Pengertian
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang. Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi/ transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Syarat-syarat / Pertimbangan dalam Perencanaan Jembatan yang Layak
Pemilihan
bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut.
Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain bentuk dari
konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan
konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan
syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1. Letaknya dipilih sedemikian rupa dari
lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2. Kondisi dan parameter tanah dari lapisan
tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang
sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran
di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari
syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan
merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang
baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting,
misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun
mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan
jembatan tersebut.
Peraturan
Dalam merencang sebuah jembatan tentunya pemerintah telah menetapkan acuan atau dasar dalam perencanaannya, berikut adalah peraturan tersebut :- Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
- BMS’(2 dengan revisi pada Bagian 6 Perencanaan Struktur Beton jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
- BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSAT/2005)
- Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
- Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
- Panduan Analisa Harga Satuan No. 028/T/Bm/1995, Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
- SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan
- Surat Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
- Perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki
- Rancangan 3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
- RSNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
- RSNI T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan
- RSNI T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan
- SNI 2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang
- SNI 2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
- SNI 6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan
- Surat Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan
- Surat Edaran
Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan.
Menurut Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:1. Rangka JembatanRangka jembatan terbuat dari baja profil, sehingga lebih baik dalam menerima beban-beban yang bekerja secara lateral (beban yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).2. TrotoarMerupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai kendaraan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua orang berpapasan dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan.3. Lantai KendaraanLantai kendaraan adalah lintasanutama yang dilalui kendaraan. Lebar jalur kendaraan yang diperkirakan cukup untuk berpapasan dua buah kendaraan. Dimana lebar badan jalan adalah 7 meter.4. Gelagar MelintangGelagar berfungsi menerima beban lantai kendaraan, trotoar dan beban lainnya dan menyalurkannya ke rangka utama.5. Ikatan AnginIkatan angin berfungsi untuk menahan atau melawan gaya yang diakibatkan oleh angin, baik pada bagian atas maupun bawah jembatan.
6. Landasan/PerletakanLandasan/Perletakan dibuat untuk menerima gaya-gaya dari konstruksi bangunan atas baik secara horizontal, maupun vertikaldan menyalurkannya ke bangunan di bawahnya. Selain itu, berfungsi juga untuk mengatasi perubahan panjang yang diakibatkan perubahan suhu.Terdapat 3 (tiga) macam perletakan, yaitu: sendi, rol dan elestomer.Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Modul Pengantar dan Prinsip-Prinsip Perencanaan Bangunan Bawah/Pondasi Jembatan, 1988), fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban-beban pada bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah.Bangunan ini terletak pada bagian bawah konstruksi yang fungsinya untuk memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas. Kemudian disalurkan ke pondasi untuk diteruskan ke tanah keras dibawahnya. Bangunan bawah secara umum terdiri atas :1. AbutmentAbutment adalah salah satu bagian konstruksi jembatan yang terdapat pada ujung-ujung jembatan yang berfungsi sebagai pendukung bagi bangunan di atasnya dan sebagai penahan tanah timbunan oprit. Jenis abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang.2. Pelat injakPlat injak berfungsi untuk menahan hentakan pertama roda kendaraan ketika akan memasuki pangkal jembatan.3. Optrit berfungsi sebagai penghubung dari jalan menuju ke jembatan, terletak di belakang abutment, berupa tanah ataupun pile slab.4. PondasiPondasi berfungsi sebagai pemikul beban di atas dan meneruskannya ke lapisan tanah pendukung tanpa mengalami konsolidasi atau penurunan yang berlebihan. Adapun hal yang diperlukan dalam perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:1) Daya dukung tanah terhadap konstruksi.2) Beban-beban yang bekerja pada tanah baik secara langsung maupun yang tidak langsung.3) Keadaan lingkungan seperti banjir, longsor dan lainnya. Secara umum pondasi yang sering digunakan pada jembatan ada 3 (tiga) yaitu:a) Pondasi sumuranb) Pondasi tiang pancangc) Pondasi borpile
1. Jembatan Sederhana
Pengertian jembatan sederhana adalah
ditinjau dari segi konstruksi yang mudah dan sederhana, atau dapat
diterjemahkan struktur terbuat dari bahan kayu yang sifatnya darurat atau
tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern canggih. Sesederhana
apapun struktur dalam perencanaan atau pembuatannya perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan ilmu gaya (mekanika), beban yang bekerja, kelas jembatan,
peraturan teknis dan syarat-syarat kualitas (cheking) Di masa lampau
untuk menghubungkan sungai cukup dengan menggunakan bambu, atau kayu
gelondongan. Bila dibanding dengan bahan lain seperti baja, beton atau lainnya,
bahan kayu merupakan bahan yang potensial dan telah cukup lama dikenal oleh
manusia. Pada saat bahan baja dan beton digunakan untuk bahan jembatan, bahan
kayu masih memegang fungsi sebagai lantai kendaraan
2. Jembatan Gelagar
Jembatan bentuk gelagar terdiri
lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton
prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan
umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas.
Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter.
3. Jembatan Lengkung
4. Jembatan Beton Prategang
Jembatan beton prategang merupakan
suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang
diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang
terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua
sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning
tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer
gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung
gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang
sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena
adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat
efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini
digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.
5. Jembatan Gantung
Sistem struktur dasar jembatan
gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension
bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung
dengan pilar, karena prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan
intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal
ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi.
Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel
terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching
jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400
meter.
6. Jembatan Rangka
Jembatan rangka umumnya terbuat
dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi
pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan
atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat
dibuat dalam beragam variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau
kantilever. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100
meter
7. Jembatan Kabel
Jembatan cable-stayed menggunakan
kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayed kabel
langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus
dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar – pilar jembatan
ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif
rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah
dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600
meter.
8. Jembatan Box Girder
Jembatan box girder umumnya terbuat
dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama
digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem
jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box
girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri
yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat
diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling
banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang
diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari
gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post
tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak
diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada
pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40
meter.
Beban-beban yang bekerja
Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen
Bina Marga Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar
Pembebanan untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan
aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya
termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait
dengan jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi
dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut diatas harus digunakan untuk
perencanaan seluruh
jembatan termasuk jembatan dengan bentang yang
panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A. Umum
a) Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung
berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari
bahan yang digunakan.
b) Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa
dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan
dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c) Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman
untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi
apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang
sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih
harga tersebut untuk memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan
sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)
Beban mati jembatan terdiri dari berat
masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non struktur. Masing-masing
berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi. Perencanaan jembatan harus
menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan elemen-elemen tersebut.
e)
Tipe aksi, dalam hal tertentu aksi bisa
meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan) pada salah satu bagian
jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
A.
Beban Sendiri
Beban mati jembatan
terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural.
Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi
pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana
jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
B. Beban
Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan
adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang
merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan.
C. Beban
Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q
kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang total yang
dibebani L seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0
kPa
L > 30 m : q =
9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah
intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L
adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat
dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja
pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu
untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
D. Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan
intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas
pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik
harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang
lainnya.
E. Beban
Truk “T”
Pembebanan truk “T”
terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana
berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh
terbesar pada arah memanjang jembatan.
F. Beban
Pejalan Kaki
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang
jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu
lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari
beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap
bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m
di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila
panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
G. Gaya
Rem
Gaya rem tidak boleh
digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana
beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari
pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh
digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70%
dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.
Enrico Chang
12316342
3TA04
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA
0 komentar:
Posting Komentar