Selasa, 19 Maret 2019

Mengenal Jembatan

Pengertian
            
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang. Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi/ transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Syarat-syarat / Pertimbangan dalam Perencanaan Jembatan yang Layak

Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain  bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.   Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2.  Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
 Peraturan 
 Dalam merencang sebuah jembatan tentunya pemerintah telah menetapkan acuan atau dasar dalam perencanaannya, berikut adalah peraturan tersebut :
  • Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
  • BMS’(2  dengan  revisi  pada Bagian  6  Perencanaan  Struktur  Beton  jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
  • BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSAT/2005) 
  •  Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
  • Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
  • Panduan   Analisa Harga   Satuan   No.   028/T/Bm/1995,   Direktorat   Jenderal   Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
  • SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan 
  •  Surat Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
  • Perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki 
  • Rancangan 3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
  • RSNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan 
  • RSNI T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan        
  • RSNI T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan 
  • SNI 2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang   
  • SNI 2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
  • SNI 6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan 
  • Surat Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan 
  • Surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan.
    Bagian-Bagian Jembatan 
     
    Menurut Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:
    1.      Rangka Jembatan
    Rangka jembatan terbuat dari baja profil, sehingga lebih baik dalam menerima beban-beban yang bekerja secara lateral (beban yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).
    2.      Trotoar
    Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai kendaraan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua orang berpapasan dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan.
    3.      Lantai Kendaraan
    Lantai kendaraan adalah lintasanutama yang dilalui kendaraan. Lebar jalur kendaraan yang diperkirakan cukup untuk berpapasan dua buah kendaraan. Dimana lebar badan jalan adalah 7 meter.
    4.      Gelagar Melintang
    Gelagar berfungsi menerima beban lantai kendaraan, trotoar dan beban lainnya dan menyalurkannya ke rangka utama. 
    5.      Ikatan Angin
    Ikatan angin berfungsi untuk menahan atau melawan gaya yang diakibatkan oleh angin, baik pada bagian atas maupun bawah jembatan.
    6.      Landasan/Perletakan
    Landasan/Perletakan  dibuat untuk  menerima  gaya-gaya  dari  konstruksi bangunan    atas    baik    secara    horizontal, maupun    vertikaldan menyalurkannya  ke  bangunan  di  bawahnya.  Selain  itu,  berfungsi  juga untuk  mengatasi  perubahan  panjang  yang  diakibatkan  perubahan  suhu.Terdapat 3 (tiga) macam perletakan, yaitu: sendi, rol dan elestomer.
    Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Modul Pengantar dan Prinsip-Prinsip Perencanaan  Bangunan Bawah/Pondasi Jembatan, 1988), fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban-beban pada bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. 
    Bangunan ini terletak pada bagian bawah konstruksi yang fungsinya untuk memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas. Kemudian disalurkan ke pondasi untuk diteruskan ke tanah keras dibawahnya. Bangunan bawah secara umum terdiri atas :
    1.      Abutment
    Abutment  adalah salah  satu  bagian  konstruksi  jembatan  yang  terdapat pada  ujung-ujung  jembatan  yang  berfungsi  sebagai  pendukung  bagi bangunan  di  atasnya  dan  sebagai  penahan  tanah  timbunan  oprit.  Jenis abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang.
    2.      Pelat injak
    Plat  injak  berfungsi untuk  menahan hentakan  pertama  roda  kendaraan ketika akan memasuki pangkal jembatan.
    3.  Optrit  berfungsi sebagai  penghubung  dari  jalan  menuju  ke  jembatan, terletak di belakang abutment, berupa tanah ataupun pile slab.
    4.      Pondasi
    Pondasi berfungsi sebagai pemikul beban di atas dan meneruskannya ke lapisan  tanah  pendukung  tanpa  mengalami  konsolidasi  atau  penurunan yang berlebihan. Adapun   hal   yang   diperlukan   dalam   perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:
    1)      Daya dukung tanah terhadap konstruksi.
    2)      Beban-beban   yang   bekerja   pada   tanah   baik   secara   langsung maupun yang tidak langsung.
    3)   Keadaan lingkungan seperti banjir, longsor dan lainnya. Secara  umum  pondasi  yang  sering  digunakan  pada  jembatan  ada  3 (tiga) yaitu:
           a)      Pondasi sumuran
           b)      Pondasi tiang pancang
       c)      Pondasi borpile

    Bentuk-Bentuk Jembatan
1. Jembatan Sederhana
 
Pengertian jembatan sederhana adalah ditinjau dari segi konstruksi yang mudah dan sederhana, atau dapat diterjemahkan struktur terbuat dari bahan kayu yang sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern canggih. Sesederhana apapun struktur dalam perencanaan atau pembuatannya perlu memperhatikan dan mempertimbangkan ilmu gaya (mekanika), beban yang bekerja, kelas jembatan, peraturan teknis dan syarat-syarat kualitas (cheking) Di masa lampau untuk menghubungkan sungai cukup dengan menggunakan bambu, atau kayu gelondongan. Bila dibanding dengan bahan lain seperti baja, beton atau lainnya, bahan kayu merupakan bahan yang potensial dan telah cukup lama dikenal oleh manusia. Pada saat bahan baja dan beton digunakan untuk bahan jembatan, bahan kayu masih memegang fungsi sebagai lantai kendaraan 
2. Jembatan Gelagar
 
 
Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter. 
3. Jembatan Lengkung
 
Pelengkung adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya adalah bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.
4. Jembatan Beton Prategang
 
Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.
5. Jembatan Gantung
 
Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter.
 
6.  Jembatan Rangka
 
 
Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat dibuat dalam beragam variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau kantilever. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100 meter
 
7. Jembatan Kabel 
 
Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayed kabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar – pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter.
 
8. Jembatan Box Girder
   
Jembatan box girder umumnya terbuat dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40 meter.  
  
Beban-beban yang bekerja 

Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait dengan jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut diatas harus digunakan untuk perencanaan seluruh
jembatan termasuk jembatan dengan bentang yang panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A.  Umum
a)      Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan.
b)      Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c)      Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih harga tersebut untuk memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)     Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non struktur. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi. Perencanaan jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan elemen-elemen tersebut.
e)      Tipe aksi, dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan) pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
A.  Beban Sendiri
Beban mati jembatan terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
B.  Beban Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
C.  Beban Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang total yang dibebani L seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
D.  Beban Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang lainnya.
E.  Beban Truk “T”
Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
F.  Beban Pejalan Kaki
 Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
G.  Gaya Rem
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.



Enrico Chang
12316342
3TA04
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA
 
 
 
 
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma