Jumat, 22 November 2019

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Nominal/Biaya Berapa yang Harus Memakai Kontrak

Perpres No. 4 Tahun 2015 Pasal 70
Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
  1. Bentuk Kontrak terdiri atas:
  2. Bukti pembelian/pembayaran;
  3. Kuitansi;
  4. Surat Perintah Kerja (SPK);
  5. Surat perjanjian; dan
  6. Surat pesanan.
  • Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
  • Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  • SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  • Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Harga Tidak Wajar, Harga Wajar, Harga Timpang


image

Sesuai dengan penjelasan Perlem No. 9 Tahun 2018, Harga Satuan Timpang adalah Harga satuan penawaran yang melebihi 110% (seratus sepuluh persen) dari harga satuan HPS, dan dinyatakan harga satuan timpang berdasarkan hasil klarifikasi.
Evaluasi Harga Satuan Timpang
  1. Untuk Kontrak Harga Satuan atau Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga Satuan, Pokja Pemilihan melakukan klarifikasi terhadap harga satuan yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh persen) dari harga satuan yang tercantum dalam HPS.
  2. Apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga pasar maka harga satuan tersebut dinyatakan tidak timpang.
  3. Apabila setelah dilakukan klarifikasi Harga Satuan tersebut dinyatakan timpang, maka harga satuan timpang hanya berlaku untuk volume sesuai daftar kuantitas dan harga. Jika terjadi penambahan volume terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, maka pembayaran terhadap tambahan volume tersebut berdasarkan harga satuan yang tercantum dalam HPS.

Proses DED s/d Kontrak

Detail Engineering Design (DED) bisa berupa gambar detail namun dapat dibuat lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen seperti di bawah ini:
  1. Gambar detail bangunan/gambar bestek, yaitu gambar desain bangunan yang dibuat lengkap untuk konstruksi yang akan dikerjakan
  2. Engineer’s Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
  3. Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
  • Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi :
  • Laporan arsitektur;
  • Laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test)
  • Laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
Dokumen Perhitungan
Dokumen perhitungan adalah laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test) dan laporan perhitungan lainnya.
Gambar Rinci
Gambar design merupakan produk hasil analisis dan perhitungan yang digambarkan secara visual dalam bentuk perbandingan skala.

Show Case Meeting Diadakaan Berapa Kali dan Mengapa

Show Cause Meeting ( SCM ) atau Rapat Pembuktian Keterlambatan pada proyek konstruksi. Show Cause Meeting ( SCM ) diadakan oleh Pejabat Dinas terkait dalam hal ini PPK. Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan shedule yang telah dibuat.
Karena kontrak dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan maka kontrak kritis harus dilakukan dengan rapat pembuktian Show Cause Meeting ( SCM ). Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan.
  1. Pada saat kontrak dinyatakan kritis, Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada kontraktor/penyediah dan selanjutnya menyelenggarakan  Show Cause Meeting ( SCM).
  2. Dalam SCM PPK, Direksi pekerjaan, direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu tertentu (uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat Pertama.
  3. Apabila penyediah gagal pada uji coba pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM II.
  4. Apabila Penyedia gagal pada uji coba tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan menyempakati besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM III.
  5. Pada setiap uji coba yang gagal, PPK harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas keterlambatan realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan

Kelompok 5 4TA04
Adelia Anggita D (10316109)
Andi Muhammad Dhany (10316778)
Arais Sastra (18316136)
Enrico Chang (12316342)
Muhammad Jati Utama (14316965)
Share:

Rabu, 16 Oktober 2019

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN

Kelompok 5 4TA04

Adelia Anggita D (10316109)
Andi Muhammad Dhany (10316778)
Arais Sastra (18316136)
Enrico Chang (12316342)
Muhammad Jati Utama (14316965)

Kebijakan Penyusunan Dokumen Kontrak dalam Undang-Undang

UU No. 2 Tahun 2017
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan kontruksi
2. Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
3. Pekerjaan Konstruksi adarah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoper, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
4. Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa konstruksi yang dibiayai sendirioleh peimerintah Pusat, Pemerintah Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan, memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan kemanfaatan bangunan.
5. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.
6. Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
7. Sub penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia Jasa.
8. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang mengatur hubungan hukum antara pengguna Jasa dan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
9. Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, perlindungan dan sosial tenaga kerja, tata lingkungan setempat dan pengeroraan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pasal 3
Huruf b
Salah satu upaya untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dilakukan dengan menertibkan penerapan norma, standar, prosedur, dan kriteria termasuk penerapan dokumen pelelangan dan dokumen kontrak standar.
PP No. 29 Tahun 2000
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bentuk fisik lain dari hasil pekerjaan konstruksi adalah hasil pekerjaan konstruksi yang berupa dokumen studi kelayakan, dokumen perencanaan teknik, gambar rencana, dokumen pengawasan teknik/supervisi, tata ruang dalam (interior design), tata ruang luar (exterior design), penghancuran bangunan (demolition), dan pemeliharaan.
Kegagalan bentuk fisik lain adalah keadaan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis dalam dokumen kontrak kerja konstruksi.
PP No. 54 Tahun 2016
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5748);

NSPM dan NSPK

Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan untk menunjang operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) sebagai salah satu kebijakan nasional yang mengatur pedoman penyelenggaraan urusan pemerintahan di Indonesia, merupakan bentuk dari perwujudan amanat PP 38/2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah daerah yang disebutkan di Pasal 6. Amanat pembentukan NSPK seperti yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (6), menjadi tugas dari Pemerintah yang kemudian berdasarkan Pasal 9 diamanahkan kepada menteri/ kepala lembaga pemerintah non departemen untuk menyusunnya.

Urutan dari UUD 1945 s/d NSPK dan NSPM

image
PP 38/2007 telah menyebutkan bahwa NSPK merupakan peraturan yang penetapannya menjadi kewenangan menteri. Seperti yang telah dijelaskan diatas karena belum adanya peraturan pemerintah yang mengatur proses pembuatan NSPK maka dalam proses pembentukanya sendiri harus merujuk kepada UU 10/2004 sebagai aturan dasar perundang-undangan di Indonesia. Sehingga dalam proses pembentukan sebuah NSPK, dalam melakukan legal drafting kementerian/lembaga non kementerian memasukkan NSPK sebagai peraturan menteri/kepala lembaga. Penyusunan NSPK sendiri dalam masing-masing kementerian/lembaga non kementerian diserahkan kepada direktorat/unit kerja/biro yang bertanggung jawab atas masing-masing sub bidang dalam lampiran PP 38/2007 dengan mengacu pada UU 10/2004.

UU tentang Jalan/Transportasi, KA, SDA, Air Bersih, Air Limbah, Perumahan

UU Jalan Transportasi UU no 22 tahun 2009
Tujuan yang hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
  1. terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
  2. terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
  3. terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
UU KA UU no 23 tahun 2007
Pasal 3
Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas, pendorong, dan penggerak pembangunan nasional.
UU SDA UU no 7 tahun 2004
Pasal33
Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.
UU air bersih Nomor 11 Tahun 1974
Pasal 8
1. Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Perairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.
2. Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencanarencana dan rencana-rencana teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1) Pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat di segala bidang dengan memperhatikan urutan prioritas.
3. Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.
UU air limbah UU 32 tahun 2009
Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
UU perumahan UU 1 tahun 2011
Pasa 23
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perencanaan” adalah kegiatan merencanakan kebutuhan ruang untuk setiap unsur rumah dan kebutuhan jenis prasarana yang melekat pada bangunan, dan keterkaitan dengan rumah lain serta prasarana di luar rumah.
Yang dimaksud dengan “perancangan” adalah kegiatan merancang bentuk, ukuran, dan tata letak, bahan bangunan, unsur rumah, serta perhitungan kekuatan konstruksi yang terdiri atas pondasi, dinding, dan atap, serta kebutuhan anggarannya.

TKDN (Tingkat Konsumen Dalam Negri) Dibutuhkan

TKDN atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri yang kadang juga diterjemahkan Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah gagasan pemerintah Indonesia, supaya para pemilik brand atau vendor tidak hanya menjadikan Indonesia sebagai konsumen dan pasar saja, tetapi mau turut berinvestasi di Indonesia.
Dengan TKDN software, pemerintah ingin generasi kita tidak hanya menjadi buruh, tetapi juga berkembang dalam penguasaan teknologi software. Ada aturan tambahan dari pemerintah untuk vendor yang memilih TKDN software, hanya boleh memasarkan smartphone (yang dibuat pabrikan luar) dengan harga 8 juta rupiah ke atas.

Skema Pola Baru dalam Pelaksanaan Konstruksi

Hutan Vertikal
Hutan vertikal merupakan konstruksi bangungan yang menambahkan pepohonan sebagai alat untuk memerangi polusi udara.
Robot Rayap
Robot ini dibuat untuk bekerja kelompok untuk membuat racangan yang dibuat. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi perancangan dan mengurangi resiko kecelakaan kerja.
Beton Self-Healing
Bagaimana bisa beton mengobati dirinya sendiri, padahal ia benda mati. Hal ini bisa terjadi karena beton diberikan bakteri yang mampu memperbaiki diri. Caranya adalah ketika air masuk ke retakan beton maka bakteri tersebut aktif dan mengeluarkan kalsit untuk memperbaiki retakan. Inovasi ini mengubah konstruksi yang mahal menjadi sesuatu yang berkelanjutan.
Smart Roads
Smart roads disini maksudnya adalah jalan yang dibuat lebih futuristik dan multi fungsi. Peniliti melihat keuntungan dari jalan yang bisa diolah menjadi macam-macam. Dengan memasang sensor dan teknologi IoT, ia bisa menghasilkan listrik untuk menggerakan kendaraan listrik dan lampu dari energi yang dihasilkan dari gerakan kendaraan.
Pondasi Konstruksi Bambu
Rancangan ini dibuat karena banyaknya populasi manusia namun lahan yang terbatas. Perancangan dengan bambu dapat diperpanjang tanpa menghabiskan banyak tempat dan uang. Ketika strukturnya mengembang, daya resiliensinya meningkat. Rancangan ini dapat tahan lama dan aman bagi keberlanjutan kehidupan manusia.
Adhi Concrete Pavement System (ACPS)
Penganjur teknik ACPS mengaku bahwa teknik ini menghasilkan waktu konstruksi lebih cepat, hasil lebih bermutu dan lebih awet, menggunakan tenaga lebih sedikit, serta total biaya konstruksi dan pemeliharaan lebih kompetitif.
3D Printing
Kehadiran teknologi 3D printing cukup membuat pekerjaan para arsitek dan desainer bangunan menjadi lebih mudah. Mereka bisa merancang suatu bangunan, kemudian mengoreksi desainnya dengan membuang hal yang tidak penting dan mencetak kembali dengan desain yang telah disempurnakan.
Prefabrikasi
Prefabrikasi Teknologi ini memungkinkan pekerja konstruksi mengetahui lebih banyak tentang proses pembangunan suatu proyek. Caranya dengan mengakses informasi melalui aplikasi di telepon seluler. Dengan demikian, bisa diketahui secara lebih detail tentang tahap yang harus dikerjakan dalam suatu proyek bangunan dari awal hingga akhir.
Konektivitas
Konektivitas menjadi hal yang sangat dipertimbangkan saat ini karena meningkatkan efisiensi konstruksi suatu bangunan. Melalui sistem berbasis cloud yang bisa diakses dari mana saja dapat menghubungkan pekerja ke proyek konstruksi secara real time.
Augmented reality
Augmented reality mengubah cara pekerja konstruksi mengerjakan tugas mereka. Teknologi ini memungkinkan pekerja menganalisis masalah pembangunan suatu gedung yang ditemui di lapangan dan memperbaikinya.

 SSUK dan SSKK

SSUK adalah syarat – syarat yang bersifat umum yang jarang sekali diubah dalam suatu kontrak seperti administrasi. SSUK diterapkan secara luas dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi ini  tetapi  tidak dapat bertentangan  dengan ketentuan - ketentuan  dalam  Dokumen Kontrak  lain  yang lebih tinggi  berdasarkan  urutan hierarki  dalam  Surat  Perjanjian. SSKK adalah syarat – syarat yang bersifat khusus yang sering kali diubah dalam suatu kontrak seperti spesifikasi barang.
Share:

Sabtu, 22 Juni 2019

Tugas Ekomi Teknik

Nama: Enrico Chang
NPM:  123163424
Kelas:  3TA04

1.      Berikan masing-masing 5 contoh barang yang dapat terdepresiasi (penyusutan) dan yang tidak dapat terdepresiasi!!
Jawab:
a.      Barang yang dapat terdepresiasi:
-          Kendaraan
-          Peralatan rumah tangga
-          Mata uang
-          Mesin
-          Elektronik
b.      Barang yang tidak dapat terdepresiasi:
-          Obligasi
-          Emas
-          Saham
-          Investasi
-          Reksadana

2.      Biaya pemeliharaan mesin sebagai berikut:
Tahun
Biaya  (Rp. Dalam Juta)
1
1
2
1,3
3
1,6
4
1,9
5
2,1
Berapa biaya yang harus ditabung/disiapkan sekarang bila suku bunga 8% PA.
Jawab:
-          P = A (P/A, 8%, 5) + G (P/G. 8%, 5)
   = 1 (3,993) + 0,3 (7,372)
   = 6,205
Jadi, biaya yang harus disiapkan apabila suku bungan 8% PA adalah Rp 6.205.000,-

3.      Biaya pemeliharaan mesin sebagai berikut:
Tahun
Biaya  (Rp. Dalam Juta)
1
2
2
3
3
4
4
5
Berapa biaya pertahunnya yang sebanding dengan rangkaian biaya pemeliharaan diatas, bila suku bunga 9% PA.
Jawab:
-          A = A + G (A/G, 9%, 4)
   = 2 + 1 (1,393)
   = 3,939
Jadi biaya pertahunnya yang sebanding dengan rangkaian biaya pemeliharaan diatas apabila suku bunga 9% PA adalah Rp 3.939.000,-
Share:

Selasa, 19 Maret 2019

Mengenal Jembatan

Pengertian
            
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang. Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi/ transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Syarat-syarat / Pertimbangan dalam Perencanaan Jembatan yang Layak

Pemilihan bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut. Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain  bentuk dari konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.   Letaknya dipilih sedemikian rupa dari lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2.  Kondisi dan parameter tanah dari lapisan tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3. Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting, misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan jembatan tersebut.
 Peraturan 
 Dalam merencang sebuah jembatan tentunya pemerintah telah menetapkan acuan atau dasar dalam perencanaannya, berikut adalah peraturan tersebut :
  • Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2 Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
  • BMS’(2  dengan  revisi  pada Bagian  6  Perencanaan  Struktur  Beton  jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
  • BMS’92 dengan revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSAT/2005) 
  •  Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
  • Standar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
  • Panduan   Analisa Harga   Satuan   No.   028/T/Bm/1995,   Direktorat   Jenderal   Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.
  • SNI 1725-2016 Pembebanan Jembatan 
  •  Surat Edaran Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan Jembatan
  • Perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki 
  • Rancangan 3 Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
  • RSNI T 12-2004 Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan 
  • RSNI T-02-2005 Standar pembebanan untuk jembatan        
  • RSNI T-03-2005 perencanaan struktur baja untuk jembatan 
  • SNI 2451-2008 Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m dengan pondasi tiang pancang   
  • SNI 2833-2008 Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
  • SNI 6747-2002 Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan 
  • Surat Edaran Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan 
  • Surat Edaran Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan.
    Bagian-Bagian Jembatan 
     
    Menurut Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian jembatan yang memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:
    1.      Rangka Jembatan
    Rangka jembatan terbuat dari baja profil, sehingga lebih baik dalam menerima beban-beban yang bekerja secara lateral (beban yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).
    2.      Trotoar
    Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai kendaraan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua orang berpapasan dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan.
    3.      Lantai Kendaraan
    Lantai kendaraan adalah lintasanutama yang dilalui kendaraan. Lebar jalur kendaraan yang diperkirakan cukup untuk berpapasan dua buah kendaraan. Dimana lebar badan jalan adalah 7 meter.
    4.      Gelagar Melintang
    Gelagar berfungsi menerima beban lantai kendaraan, trotoar dan beban lainnya dan menyalurkannya ke rangka utama. 
    5.      Ikatan Angin
    Ikatan angin berfungsi untuk menahan atau melawan gaya yang diakibatkan oleh angin, baik pada bagian atas maupun bawah jembatan.
    6.      Landasan/Perletakan
    Landasan/Perletakan  dibuat untuk  menerima  gaya-gaya  dari  konstruksi bangunan    atas    baik    secara    horizontal, maupun    vertikaldan menyalurkannya  ke  bangunan  di  bawahnya.  Selain  itu,  berfungsi  juga untuk  mengatasi  perubahan  panjang  yang  diakibatkan  perubahan  suhu.Terdapat 3 (tiga) macam perletakan, yaitu: sendi, rol dan elestomer.
    Menurut Departemen Pekerjaan Umum (Modul Pengantar dan Prinsip-Prinsip Perencanaan  Bangunan Bawah/Pondasi Jembatan, 1988), fungsi utama bangunan bawah adalah memikul beban-beban pada bangunan atas dan pada bangunan bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut oleh pondasi disalurkan ke tanah. 
    Bangunan ini terletak pada bagian bawah konstruksi yang fungsinya untuk memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas. Kemudian disalurkan ke pondasi untuk diteruskan ke tanah keras dibawahnya. Bangunan bawah secara umum terdiri atas :
    1.      Abutment
    Abutment  adalah salah  satu  bagian  konstruksi  jembatan  yang  terdapat pada  ujung-ujung  jembatan  yang  berfungsi  sebagai  pendukung  bagi bangunan  di  atasnya  dan  sebagai  penahan  tanah  timbunan  oprit.  Jenis abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang.
    2.      Pelat injak
    Plat  injak  berfungsi untuk  menahan hentakan  pertama  roda  kendaraan ketika akan memasuki pangkal jembatan.
    3.  Optrit  berfungsi sebagai  penghubung  dari  jalan  menuju  ke  jembatan, terletak di belakang abutment, berupa tanah ataupun pile slab.
    4.      Pondasi
    Pondasi berfungsi sebagai pemikul beban di atas dan meneruskannya ke lapisan  tanah  pendukung  tanpa  mengalami  konsolidasi  atau  penurunan yang berlebihan. Adapun   hal   yang   diperlukan   dalam   perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:
    1)      Daya dukung tanah terhadap konstruksi.
    2)      Beban-beban   yang   bekerja   pada   tanah   baik   secara   langsung maupun yang tidak langsung.
    3)   Keadaan lingkungan seperti banjir, longsor dan lainnya. Secara  umum  pondasi  yang  sering  digunakan  pada  jembatan  ada  3 (tiga) yaitu:
           a)      Pondasi sumuran
           b)      Pondasi tiang pancang
       c)      Pondasi borpile

    Bentuk-Bentuk Jembatan
1. Jembatan Sederhana
 
Pengertian jembatan sederhana adalah ditinjau dari segi konstruksi yang mudah dan sederhana, atau dapat diterjemahkan struktur terbuat dari bahan kayu yang sifatnya darurat atau tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern canggih. Sesederhana apapun struktur dalam perencanaan atau pembuatannya perlu memperhatikan dan mempertimbangkan ilmu gaya (mekanika), beban yang bekerja, kelas jembatan, peraturan teknis dan syarat-syarat kualitas (cheking) Di masa lampau untuk menghubungkan sungai cukup dengan menggunakan bambu, atau kayu gelondongan. Bila dibanding dengan bahan lain seperti baja, beton atau lainnya, bahan kayu merupakan bahan yang potensial dan telah cukup lama dikenal oleh manusia. Pada saat bahan baja dan beton digunakan untuk bahan jembatan, bahan kayu masih memegang fungsi sebagai lantai kendaraan 
2. Jembatan Gelagar
 
 
Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter. 
3. Jembatan Lengkung
 
Pelengkung adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya adalah bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.
4. Jembatan Beton Prategang
 
Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.
5. Jembatan Gantung
 
Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400 meter.
 
6.  Jembatan Rangka
 
 
Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat dibuat dalam beragam variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau kantilever. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100 meter
 
7. Jembatan Kabel 
 
Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayed kabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar – pilar jembatan ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter.
 
8. Jembatan Box Girder
   
Jembatan box girder umumnya terbuat dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40 meter.  
  
Beban-beban yang bekerja 

Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen Bina Marga Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait dengan jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut diatas harus digunakan untuk perencanaan seluruh
jembatan termasuk jembatan dengan bentang yang panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A.  Umum
a)      Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari bahan yang digunakan.
b)      Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c)      Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih harga tersebut untuk memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)     Beban mati jembatan terdiri dari berat masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non struktur. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi. Perencanaan jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan elemen-elemen tersebut.
e)      Tipe aksi, dalam hal tertentu aksi bisa meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan) pada salah satu bagian jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
A.  Beban Sendiri
Beban mati jembatan terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural. Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
B.  Beban Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
C.  Beban Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang total yang dibebani L seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa
L > 30 m : q = 9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
D.  Beban Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang lainnya.
E.  Beban Truk “T”
Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
F.  Beban Pejalan Kaki
 Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. tanpa dikalikan dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
G.  Gaya Rem
Gaya rem tidak boleh digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70% dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.



Enrico Chang
12316342
3TA04
I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA
 
 
 
 
Share:

Universitas Gunadarma

Universitas Gunadarma