Jaminan
Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi
untuk Kontrak bernilai diatas Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).
Pasal 28 Perpres No. 16 Tahun 2018
Bentuk Kontrak terdiri atas:
Bukti pembelian/pembayaran;
Kuitansi;
Surat Perintah Kerja (SPK);
Surat perjanjian; dan
Surat pesanan.
Bukti pembelian/pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling
banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Kuitansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk
Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c digunakan untuk
Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah), Pengadaan Barang/Jasa Lainnya dengan nilai paling
sedikit di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan
nilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), dan
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dengan nilai paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Surat perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
digunakan untuk Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan untuk Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai paling sedikit
di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Harga Tidak Wajar, Harga Wajar, Harga Timpang
Sesuai dengan
penjelasan Perlem No. 9 Tahun 2018, Harga Satuan Timpang adalah Harga
satuan penawaran yang melebihi 110% (seratus sepuluh persen) dari harga
satuan HPS, dan dinyatakan harga satuan timpang berdasarkan hasil
klarifikasi.
Evaluasi Harga Satuan Timpang
Untuk Kontrak Harga Satuan atau Kontrak Gabungan Lumsum dan Harga
Satuan, Pokja Pemilihan melakukan klarifikasi terhadap harga satuan yang
nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh persen) dari harga
satuan yang tercantum dalam HPS.
Apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga pasar maka
harga satuan tersebut dinyatakan tidak timpang.
Apabila setelah dilakukan klarifikasi Harga Satuan tersebut
dinyatakan timpang, maka harga satuan timpang hanya berlaku untuk volume
sesuai daftar kuantitas dan harga. Jika terjadi penambahan volume
terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, maka pembayaran terhadap
tambahan volume tersebut berdasarkan harga satuan yang tercantum dalam
HPS.
Proses DED s/d Kontrak
Detail
Engineering Design (DED) bisa berupa gambar detail namun dapat dibuat
lebih lengkap yang terdiri dari beberapa komponen seperti di bawah ini:
Gambar detail bangunan/gambar bestek, yaitu gambar desain bangunan yang dibuat lengkap untuk konstruksi yang akan dikerjakan
Engineer’s Estimate (EE) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS)
Laporan akhir tahap perencanaan, meliputi :
Laporan arsitektur;
Laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test)
Laporan perhitungan mekanikal dan elektrikal;
Dokumen Perhitungan
Dokumen perhitungan adalah laporan perhitungan struktur termasuk laporan penyelidikan tanah (Soil Test) dan laporan perhitungan lainnya.
Gambar Rinci
Gambar design merupakan produk hasil analisis dan perhitungan yang digambarkan secara visual dalam bentuk perbandingan skala.
Show Case Meeting Diadakaan Berapa Kali dan Mengapa
Show Cause
Meeting ( SCM ) atau Rapat Pembuktian Keterlambatan pada proyek
konstruksi. Show Cause Meeting ( SCM ) diadakan oleh Pejabat Dinas
terkait dalam hal ini PPK. Rapat diadakan dikarenakan adanya kondisi
kontrak kerja yang dinilai kritis dan berpotensi waktu pelaksanaan tidak
sesuai dengan shedule yang telah dibuat.
Karena kontrak
dinyatakan kritis dalam hal penanganan pekerjaan maka kontrak kritis
harus dilakukan dengan rapat pembuktian Show Cause Meeting ( SCM ).
Pejabat Dinas dalam hal ini PPK harus memberikan peringatan tertulis
kepada kontraktor mengenai keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan.
Pada saat kontrak dinyatakan kritis,
Direksi pekerjaan menerbitkan surat peringatan kepada
kontraktor/penyediah dan selanjutnya menyelenggarakan Show Cause
Meeting ( SCM).
Dalam SCM PPK, Direksi pekerjaan,
direksi teknis dan penyediah membahas dan menyempakati besaran kemajuan
fisik yang harus dicapai oleh Penyediah dalam periode waktu tertentu
(uji coba pertama) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM Tingkat Pertama.
Apabila penyediah gagal pada uji coba
pertama, maka dilaksanakan SCM II yang membahas dan menyempakati besaran
kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode waktu
tertentu (Uji coba kedua) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM II.
Apabila Penyedia gagal pada uji coba
tahap kedua, maka diselenggarakan SCM III yang membahas dan menyempakati
besaran kemajuan fisik yang harus dicapai oleh Penyedia dalam periode
waktu tertentu (uji coba ketiga) yang dituangkan dalam Berita Acara SCM III.
Pada setiap uji coba yang gagal, PPK
harus menerbitkan surat peringatan kepada Penyedia atas keterlambatan
realisasi fisik pelaksanaan pekerjaan
Adelia Anggita D (10316109)
Andi Muhammad Dhany (10316778)
Arais Sastra (18316136)
Enrico Chang (12316342)
Muhammad Jati Utama (14316965)
Kebijakan Penyusunan Dokumen Kontrak dalam Undang-Undang
UU No. 2 Tahun 2017
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi konstruksi
dan/atau pekerjaan kontruksi
2.
Konsultansi Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan
yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan
konstruksi suatu bangunan.
3.
Pekerjaan Konstruksi adarah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang
meliputi pembangunan, pengoper, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu
bangunan.
4.
Usaha Penyediaan Bangunan adalah pengembangan jenis usaha jasa
konstruksi yang dibiayai sendirioleh peimerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, badan usaha, atau masyarakat, dan dapat melalui pola kerja sama untuk mewujudkan,
memiliki, menguasai, mengusahakan, dan/atau meningkatkan
kemanfaatan bangunan.
5.
Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan
layanan Jasa Konstruksi.
6.
Penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi.
7. Sub penyedia Jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi kepada Penyedia
Jasa.
8.
Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen kontrak yang
mengatur hubungan hukum antara pengguna Jasa dan penyedia Jasa dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
9.
Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan adalah pedoman
teknis keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja konstruksi, perlindungan dan
sosial tenaga kerja, tata lingkungan setempat dan pengeroraan lingkungan hidup
dalam penyelenggaraan
Jasa Konstruksi.
Pasal 3
Huruf
b
Salah
satu upaya untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa dilakukan dengan menertibkan penerapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria termasuk penerapan dokumen pelelangan dan dokumen kontrak
standar. PP No. 29 Tahun 2000
Pasal
44
Ayat
(1)
Yang
dimaksud dengan bentuk fisik lain dari hasil pekerjaan konstruksi adalah hasil
pekerjaan konstruksi yang berupa dokumen studi kelayakan, dokumen perencanaan teknik,
gambar rencana, dokumen pengawasan teknik/supervisi, tata ruang dalam (interior
design), tata ruang luar (exterior design), penghancuran
bangunan (demolition), dan pemeliharaan.
Kegagalan
bentuk fisik lain adalah keadaan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan persyaratan
teknis dalam
dokumen kontrak kerja konstruksi. PP No. 54 Tahun 2016
Peraturan
Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran
Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3956) sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun
2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan
Jasa Konstruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia
Nomor 5748);
NSPM dan NSPK
Norma,
Standar, Pedoman dan Manual (NSPM) adalah perangkat aturan-aturan yang
merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan untk menunjang
operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan kegiatan
pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya mengoptimalkan
kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi sampai pasca
konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang dibanguna dapat
dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK)
sebagai salah satu kebijakan nasional yang mengatur pedoman penyelenggaraan urusan
pemerintahan di Indonesia, merupakan bentuk dari perwujudan amanat PP 38/2007 Tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota terkait urusan pemerintah yang menjadi urusan pemerintah daerah
yang disebutkan di Pasal 6. Amanat pembentukan NSPK seperti yang disebutkan
dalam Pasal 1 Ayat (6), menjadi tugas dari Pemerintah yang kemudian
berdasarkan Pasal 9 diamanahkan kepada menteri/ kepala lembaga pemerintah non
departemen untuk menyusunnya.
Urutan dari UUD 1945 s/d NSPK dan NSPM
PP 38/2007 telah
menyebutkan bahwa NSPK merupakan peraturan yang penetapannya menjadi kewenangan menteri. Seperti yang
telah dijelaskan diatas karena belum adanya peraturan pemerintah
yang mengatur proses pembuatan NSPK maka dalam proses pembentukanya sendiri
harus merujuk kepada UU 10/2004 sebagai aturan
dasar perundang-undangan di Indonesia. Sehingga dalam proses
pembentukan sebuah NSPK, dalam melakukan legal drafting kementerian/lembaga
non kementerian memasukkan NSPK sebagai
peraturan menteri/kepala lembaga. Penyusunan NSPK sendiri
dalam masing-masing kementerian/lembaga non kementerian diserahkan kepada direktorat/unit kerja/biro yang
bertanggung jawab atas masing-masing sub bidang dalam lampiran PP 38/2007 dengan mengacu pada UU 10/2004.
UU tentang Jalan/Transportasi, KA, SDA, Air Bersih, Air Limbah, Perumahan
UU Jalan
Transportasi UU no 22 tahun 2009
Tujuan yang
hendak dicapai oleh Undang-Undang ini adalah :
terwujudnya
pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar,
dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional,
memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta
mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;
terwujudnya
etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan
terwujudnya
penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
UU KA UU no 23
tahun 2007
Pasal 3
Perkeretaapian
diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang
secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan
teratur, efisien, serta menunjang pemerataan, pertumbuhan, stabilitas,
pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. UU SDA UU no 7
tahun 2004
Pasal33
Dalam
keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan menetapkan penggunaan
sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan
prioritas penggunaan sumber daya air. UU air bersih Nomor 11 Tahun 1974
Pasal 8
1.
Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Perairan
disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan
untuk kepentingan umum.
2. Hasil perencanaan dan perencanaan
teknis yang berupa rencanarencana dan rencana-rencana teknis tata
pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut
dalam ayat (1) Pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat di segala
bidang dengan memperhatikan urutan prioritas.
3. Rencana-rencana
dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini, disusun
guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional,
regional dan lokal. UU air limbah UU 32 tahun 2009
Dalam UU ini tercantum jelas dalam Bab X bagian 3 pasal 69 mengenai
larangan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang
meliputi larangan melakukan pencemaran, memasukkan benda berbahaya dan
beracun (B3), memasukkan limbah ke media lingkungan hidup, melakukan
pembukaan lahan dengan cara membakar, dan lain sebagainya.
UU perumahan UU 1 tahun 2011
Pasa 23
Ayat (2)
Huruf a
Yang
dimaksud dengan “perencanaan” adalah kegiatan merencanakan kebutuhan
ruang untuk setiap unsur rumah dan kebutuhan jenis prasarana yang melekat pada
bangunan, dan keterkaitan dengan rumah lain serta prasarana di luar rumah.
Yang
dimaksud dengan “perancangan” adalah kegiatan merancang bentuk, ukuran,
dan tata letak, bahan bangunan, unsur rumah, serta perhitungan kekuatan konstruksi
yang terdiri
atas pondasi, dinding, dan atap, serta kebutuhan anggarannya.
TKDN (Tingkat Konsumen Dalam Negri) Dibutuhkan
TKDN atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri yang
kadang juga diterjemahkan Tingkat Komponen Dalam Negeri, adalah gagasan
pemerintah Indonesia, supaya para pemilik brand atau vendor tidak hanya
menjadikan Indonesia sebagai konsumen dan pasar saja, tetapi mau turut
berinvestasi di Indonesia.
Dengan TKDN software, pemerintah ingin generasi
kita tidak hanya menjadi buruh, tetapi juga berkembang dalam penguasaan teknologi
software. Ada aturan tambahan dari pemerintah untuk vendor yang memilih TKDN
software, hanya boleh memasarkan smartphone (yang dibuat pabrikan luar) dengan
harga 8 juta rupiah ke atas.
Skema Pola Baru dalam Pelaksanaan Konstruksi
Hutan Vertikal
Hutan vertikal merupakan konstruksi bangungan
yang menambahkan pepohonan sebagai alat untuk memerangi polusi udara.
Robot Rayap
Robot ini dibuat untuk bekerja kelompok untuk membuat racangan yang dibuat.
Hal ini dapat meningkatkan efisiensi perancangan dan mengurangi resiko
kecelakaan kerja. Beton Self-Healing
Bagaimana bisa beton mengobati dirinya sendiri, padahal ia benda mati. Hal
ini bisa terjadi karena beton diberikan bakteri yang mampu memperbaiki diri.
Caranya adalah ketika air masuk ke retakan beton maka bakteri tersebut aktif
dan mengeluarkan kalsit untuk memperbaiki retakan. Inovasi ini mengubah
konstruksi yang mahal menjadi sesuatu yang berkelanjutan. Smart Roads
Smart roads disini maksudnya adalah jalan yang
dibuat lebih futuristik dan multi fungsi. Peniliti melihat keuntungan dari
jalan yang bisa diolah menjadi macam-macam. Dengan memasang sensor dan
teknologi IoT, ia bisa menghasilkan listrik untuk menggerakan kendaraan listrik
dan lampu dari energi yang dihasilkan dari gerakan kendaraan.
Pondasi Konstruksi Bambu
Rancangan ini dibuat karena banyaknya populasi manusia namun lahan yang
terbatas. Perancangan dengan bambu dapat diperpanjang tanpa menghabiskan banyak
tempat dan uang. Ketika strukturnya mengembang, daya resiliensinya meningkat.
Rancangan ini dapat tahan lama dan aman bagi keberlanjutan kehidupan manusia. Adhi Concrete Pavement System (ACPS)
Penganjur teknik ACPS mengaku bahwa teknik ini
menghasilkan waktu konstruksi lebih cepat, hasil lebih bermutu dan lebih awet,
menggunakan tenaga lebih sedikit, serta total biaya konstruksi dan pemeliharaan
lebih kompetitif.
3D Printing
Kehadiran teknologi 3D printing cukup membuat
pekerjaan para arsitek dan desainer bangunan menjadi lebih mudah. Mereka bisa
merancang suatu bangunan, kemudian mengoreksi desainnya dengan membuang hal
yang tidak penting dan mencetak kembali dengan desain yang telah disempurnakan.
Prefabrikasi
Prefabrikasi Teknologi ini memungkinkan pekerja
konstruksi mengetahui lebih banyak tentang proses pembangunan suatu proyek.
Caranya dengan mengakses informasi melalui aplikasi di telepon seluler. Dengan
demikian, bisa diketahui secara lebih detail tentang tahap yang harus
dikerjakan dalam suatu proyek bangunan dari awal hingga akhir.
Konektivitas
Konektivitas menjadi hal yang sangat
dipertimbangkan saat ini karena meningkatkan efisiensi konstruksi suatu
bangunan. Melalui sistem berbasis cloud yang bisa diakses dari mana saja dapat
menghubungkan pekerja ke proyek konstruksi secara real time.
Augmented reality
Augmented reality mengubah cara pekerja
konstruksi mengerjakan tugas mereka. Teknologi ini memungkinkan pekerja
menganalisis masalah pembangunan suatu gedung yang ditemui di lapangan dan
memperbaikinya.
SSUK dan SSKK
SSUK adalah syarat – syarat yang bersifat umum yang jarang
sekali diubah dalam suatu kontrak seperti administrasi. SSUK diterapkan secara luas dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi
ini tetapi tidak
dapat bertentangan dengan
ketentuan - ketentuan dalam Dokumen
Kontrak lain yang lebih
tinggi berdasarkan urutan
hierarki dalam Surat Perjanjian.
SSKK adalah syarat – syarat yang bersifat khusus yang sering kali diubah dalam
suatu kontrak seperti spesifikasi barang.
Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melalui sungai, danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain. Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai saluran irigasi dan pembuang. Jalan ini yang melintang yang tidak sebidang dan lain-lain.
Sejarah jembatan sudah cukup tua bersamaan dengan terjadinya hubungan komunikasi/ transportasi antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya. Macam dan bentuk serta bahan yang digunakan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai dari yang sederhana sekali sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Syarat-syarat / Pertimbangan dalam Perencanaan Jembatan yang Layak
Pemilihan
bentuk jembatan sangat dipengaruhi oleh kondisi dari lokasi jembatan tersebut.
Pemilihan lokasi tergantung medan dari suatu daerah dan tentunya disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat di daerah dengan kata lain bentuk dari
konstruksi jembatan harus layak dan ekonomis.
Perencanaan
konstruksi jembatan berkaitan dengan letaknya. Oleh beberapa ahli menentukan
syarat-syarat untuk acuan dari suatu perencanaan jembatan sebagai berikut :
1.Letaknya dipilih sedemikian rupa dari
lebar pengaliran agar bentang bersih jembatan tidak terlalu panjang.
2.Kondisi dan parameter tanah dari lapisan
tanah dasar hendaknya memungkinkan perencanaan struktur pondasi lebih efesien.
3.Penggerusan ( scow-ing ) pada penampang
sungai hendaknya dapat diantisipasi sebelumnya dengan baik agar profil saluran
di daerah jembatan dapat teratur dan panjang.
Dari
syarat-syarat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa pemilihan penepatan jembatan
merupakan salah satu dari rangkaian system perencanaan konstruksi jembatan yang
baik, namun demikian aspek–aspek yang lain tetap menjadi bagian yang penting,
misalnya saja system perhitungan konstruksi; penggunaan struktur ataupun
mengenai system nonteknik seperti obyektifitas pelaksana dalam merealisasikan
jembatan tersebut.
Peraturan
Dalam merencang sebuah jembatan tentunya pemerintah telah menetapkan acuan atau dasar dalam perencanaannya, berikut adalah peraturan tersebut :
Peraturan
Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS'92 dengan revisi Pada bagian 2
Pembebanan jembatan, SK.SNI T-02-2005 (Kepmen PU No.498/KPTSA,[12005)
BMS’(2 dengan
revisi pada Bagian 6
Perencanaan Struktur Beton
jembatan, SK.SNI T-12-2004 (Kepmen PU No. 260/KPTSAd/2004)
BMS’92 dengan
revisi pada Bagian 7 Perencanaan Struktur baja jembatan SK.SNI T-03-2005 (Kepmen
PU No.498/KPTSAT/2005)
Standar
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992)
Standar
perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003)
Panduan Analisa Harga Satuan
No. 028/T/Bm/1995, Direktorat
Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan
Umum.
SNI 1725-2016
Pembebanan Jembatan
Surat Edaran
Dirjen Binamarga tentang Penyampaian Ketentuan Desain dan Revisi Jalan dan
Jembatan
Perencanaan dan
pelaksanaan konstruksi jembatan gantung untuk pejalan kaki
Rancangan 3
Penyambungan Tiang Pancang Beton Pracetak Untuk Fondasi Jembatan
RSNI T 12-2004
Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
RSNI T-02-2005
Standar pembebanan untuk jembatan
RSNI T-03-2005
perencanaan struktur baja untuk jembatan
SNI 2451-2008
Spesifikasi pilar dan kepala jembatan sederhana bentang 5 m sampai dengan 25 m
dengan pondasi tiang pancang
SNI 2833-2008
Standar perencanaan tahan gempa untuk jembatan
SNI 6747-2002 Tata
cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan
Surat Edaran
Mentri PU 07SEM2015 Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan jembatan
Surat Edaran
Direktorat Jenderal Bina Marga tentang Tata Cara Pengecatan Elemen Jembatan.
Bagian-Bagian Jembatan
Menurut Siswanto (1993) struktur atas jembatan adalah bagian-bagian
jembatan yang memindahkan beban-beban lantai jembatan kearah perletakan. Bagian-bagian
struktur bangunan atas tersebut terdiri dari:
1.Rangka Jembatan
Rangka jembatan terbuat
dari baja profil, sehingga lebih baik dalam menerima beban-beban yang bekerja
secara lateral (beban yang bekerja tegak lurus terhadap sumbu batang).
2.Trotoar
Merupakan tempat
pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih tinggi dari lantai
kendaraan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal cukup untuk dua orang berpapasan
dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan.
3.Lantai Kendaraan
Lantai kendaraan
adalah lintasanutama yang dilalui kendaraan. Lebar jalur kendaraan yang
diperkirakan cukup untuk berpapasan dua buah kendaraan. Dimana lebar badan
jalan adalah 7 meter.
4.Gelagar Melintang
Gelagar berfungsi menerima
beban lantai kendaraan, trotoar dan beban lainnya dan menyalurkannya ke rangka
utama.
5.Ikatan Angin
Ikatan angin berfungsi
untuk menahan atau melawan gaya yang diakibatkan oleh angin, baik pada bagian
atas maupun bawah jembatan. 6.Landasan/Perletakan
Landasan/Perletakan dibuat untuk
menerima gaya-gaya dari
konstruksi bangunan atas baik
secara horizontal, maupun vertikaldan menyalurkannya ke
bangunan di bawahnya.
Selain itu, berfungsi
juga untuk mengatasi perubahan
panjang yang diakibatkan
perubahan suhu.Terdapat 3 (tiga)
macam perletakan, yaitu: sendi, rol dan elestomer.
Menurut
Departemen Pekerjaan Umum (Modul Pengantar dan Prinsip-Prinsip Perencanaan Bangunan Bawah/Pondasi Jembatan, 1988), fungsi
utama bangunan bawah adalah memikul beban-beban pada bangunan atas dan pada bangunan
bawahnya sendiri untuk disalurkan ke pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut
oleh pondasi disalurkan ke tanah.
Bangunan
ini terletak pada bagian bawah konstruksi yang fungsinya untuk memikul beban-beban
yang diberikan bangunan atas. Kemudian disalurkan ke pondasi untuk diteruskan
ke tanah keras dibawahnya. Bangunan bawah secara umum terdiri atas :
1.Abutment
Abutment adalah salah
satu bagian konstruksi
jembatan yang terdapat pada
ujung-ujung jembatan yang
berfungsi sebagai pendukung
bagi bangunan di atasnya
dan sebagai penahan
tanah timbunan oprit.
Jenis abutment ini dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton
bertulang.
2.Pelat injak
Plat injak
berfungsi untuk menahan hentakan pertama
roda kendaraan ketika akan
memasuki pangkal jembatan.
3.Optrit berfungsi sebagai penghubung
dari jalan menuju
ke jembatan, terletak di belakang
abutment, berupa tanah ataupun pile slab.
4.Pondasi
Pondasi berfungsi sebagai
pemikul beban di atas dan meneruskannya ke lapisan tanah
pendukung tanpa mengalami
konsolidasi atau penurunan yang berlebihan. Adapun hal
yang diperlukan dalam
perencanaan pondasi adalah sebagai berikut:
1)Daya dukung tanah
terhadap konstruksi.
2)Beban-beban yang
bekerja pada tanah
baik secara langsung maupun yang tidak langsung.
3)Keadaan lingkungan
seperti banjir, longsor dan lainnya. Secara
umum pondasi yang
sering digunakan pada
jembatan ada 3 (tiga) yaitu:
a)Pondasi sumuran
b)Pondasi tiang
pancang
c)Pondasi borpile
Bentuk-Bentuk Jembatan
1. Jembatan Sederhana
Pengertian jembatan sederhana adalah
ditinjau dari segi konstruksi yang mudah dan sederhana, atau dapat
diterjemahkan struktur terbuat dari bahan kayu yang sifatnya darurat atau
tetap, dan dapat dikerjakan/dibangun tanpa peralatan modern canggih. Sesederhana
apapun struktur dalam perencanaan atau pembuatannya perlu memperhatikan dan
mempertimbangkan ilmu gaya (mekanika), beban yang bekerja, kelas jembatan,
peraturan teknis dan syarat-syarat kualitas (cheking) Di masa lampau
untuk menghubungkan sungai cukup dengan menggunakan bambu, atau kayu
gelondongan. Bila dibanding dengan bahan lain seperti baja, beton atau lainnya,
bahan kayu merupakan bahan yang potensial dan telah cukup lama dikenal oleh
manusia. Pada saat bahan baja dan beton digunakan untuk bahan jembatan, bahan
kayu masih memegang fungsi sebagai lantai kendaraan
2. Jembatan Gelagar
Jembatan bentuk gelagar terdiri
lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat dari beton, baja atau beton
prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan menggunakan diafragma, dan
umumnya menyatu secara kaku dengan pelat yang merupakan lantai lalu lintas.
Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 5 – 40 meter.
3. Jembatan Lengkung
Pelengkung adalah bentuk struktur
non linier yang mempunyai kemampuan sangat tinggi terhadap respon momen
lengkung. Yang membedakan bentuk pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya
adalah bahwa kedua perletakan ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan
tidak diijinkan adanya pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung
hanya bisa dipakai apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe
lengkung lebih efisien digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 –
300 meter.
4. Jembatan Beton Prategang
Jembatan beton prategang merupakan
suatu perkembangan mutakhir dari bahan beton. Pada Jembatan beton prategang
diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang
terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua
sistem yaitu post tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning
tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer
gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung
gelagar. Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang
sudah ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena
adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat
efisien karena analisa penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan jenis ini
digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.
5. Jembatan Gantung
Sistem struktur dasar jembatan
gantung berupa kabel utama (main cable) yang memikul kabel gantung (suspension
bridge). Lantai lalu lintas jembatan biasanya tidak terhubungkan langsung
dengan pilar, karena prinsip pemikulan gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan
intensitas tinggi jembatan dapat ditutup dan arus lalu lintas dihentikan. Hal
ini untuk mencegah sulitnya mengemudi kendaraan dalam goyangan yang tinggi.
Pemasangan gelagar jembatan gantung dilaksanakan setelah sistem kabel
terpasang, dan kabel sekaligus merupakan bagian dari struktur launching
jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan untuk panjang bentang sampai 1400
meter.
6. Jembatan Rangka
Jembatan rangka umumnya terbuat
dari baja, dengan bentuk dasar berupa segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi
pada kedua ujungnya sehingga setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan
atau tarik saja. Jembatan rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat
dibuat dalam beragam variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau
kantilever. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100
meter
7. Jembatan Kabel
Jembatan cable-stayed menggunakan
kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu lintas. Pada cable-stayed kabel
langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-stayed merupakan gelagar menerus
dengan tower satu atau lebih yang terpasang diatas pilar – pilar jembatan
ditengah bentang. Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif
rendah posisinya sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah
dengan resiko gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600
meter.
8. Jembatan Box Girder
Jembatan box girder umumnya terbuat
dari baja atau beton konvensional maupun prategang. box girder terutama
digunakan sebagai gelagar jembatan, dan dapat dikombinasikan dengan sistem
jembatan gantung, cable-stayed maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box
girder adalah momen inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri
yang relatif ringan karena adanya rongga ditengah penampang. box girder dapat
diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium adalah yang paling
banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan pemasangan tendon prategang
diluar penampang beton. Jenis gelagar ini biasanya dipakai sebagai bagian dari
gelagar segmental, yang kemudian disatukan dengan sistem prategang post
tensioning. Analisa full prestressing suatu desain dimana pada penampang tidak
diperkenankan adanya gaya tarik, menjamin kontinuitas dari gelagar pada
pertemuan segmen. Jembatan ini digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40
meter.
Beban-beban yang bekerja
Pembebanan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Dirjen
Bina Marga Departement Pekerjaan Umum, yaitu RSNI T – 02 – 2005 tentang Standar
Pembebanan untuk Jembatan. Standar ini merupakan ketentuan pembebanan dan
aksi-aksi lainnya yang akan digunakan dalam perencanaan jembatan jalan raya
termasuk jembatan pejalan kaki dan bangunanbangunan sekunder yang terkait
dengan jembatan. Beban-beban dan aksiaksi metode penerapannya dapat di kombinasi
dengan kondisi tertentu, dengan seizin pejabat yang berwenang.
Butir-butir tersebut diatas harus digunakan untuk
perencanaan seluruh
jembatan termasuk jembatan dengan bentang yang
panjang, dengan bentang
utama > 200 m.
A.Umum
a)Masa dari setiap bagian bangunan harus dihitung
berdasarkan dimensi yang tertera dalam gambar dan kerapatan masa rata-rata dari
bahan yang digunakan.
b)Berat dari bagian-bagian bangunan tersebut adalah masa
dikalikan dengan percepatan gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan
dalam standar ini adalah 9,8 m/dt2. Besarnya kerapatan masa dan berat isi untuk
berbagai macam bahan diberikan dalam tabel terlampir.
c)Pengambilan kerapatan masa yang besar mungkin aman
untuk suatu keadaan batas, akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi
apabila kerapatan massa diambil dari suatu jajaran harga, dan harga yang
sebenarnya tidak dapat ditentukan dengan tepat, maka perencanaan harus memilih
harga tersebut untuk memperoleh keadaan yang paling kritis. Faktor beban yang digunakan
sesuai dengan yang tercantum dalam standar ini tidak dapat diubah.
d)Beban mati jembatan terdiri dari berat
masing-masing bagian struktur dan elemen-elemen non struktur. Masing-masing
berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi pada waktu
mernerapkan faktor beban biasa yang terkurangi. Perencanaan jembatan harus
menggunakan kebijaksanaannya didalam menentukan elemen-elemen tersebut.
e)Tipe aksi, dalam hal tertentu aksi bisa
meningkatkan respon total jembatan (mengurangi keamanan) pada salah satu bagian
jembatan, tetapi mengurangi respon total (menambah keamanan) pada bagian lainnya.
A.Beban Sendiri
Beban mati jembatan
terdiri dari masing-masing bagian struktural dan elemen-elemen non struktural.
Masing-masing berat elemen ini harus dianggap sebagai aksi yang terintegrasi
pada waktu menerapkan faktor beban biasa dan yang terkurangi. Perencana
jembatan harus menggunakan kebijaksanaannya di dalam menentukan elemen-elemen tersebut.
B.Beban
Mati Tambahan/Utilitas
Beban mati tambahan
adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu beban pada jembatan yang
merupakan elemen non-struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur
jembatan.
C.Beban
Terbagi Rata (BTR)
Mempunyai intensitas q
kPa, dimana besarnya q tergantung pada
panjang total yang
dibebani L seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0
kPa
L > 30 m : q =
9,0 [ 0,5 + 15 / L ] kPa
dengan pengertian:
- q adalah
intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan.
- L
adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter).
Hubungan ini bisa dilihat
dalam gambar 2.2 panjang yang dibebani L adalah panjang total BTR yang bekerja
pada jembatan. BTR memungkinkan harus dipecah menjadi panjang-panjang tertentu
untuk mendapatkan pengaruh maksimum pada jembatan menerus atau
bangunan khusus.
D.Beban
Garis Terpusat (BGT)
Beban garis terpusat (BGT) dengan
intensitas pKN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu litas
pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 KN/m. Untuk mendapatkan
momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua yang identik
harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang, jembatan pada bentang
lainnya.
E.Beban
Truk “T”
Pembebanan truk “T”
terdiri dari kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai susunan dan berat as. Dimana
berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang
merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as
tersebut bisa diubah-ubah antara 4,0 m sampai 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh
terbesar pada arah memanjang jembatan.
F.Beban
Pejalan Kaki
Bekerjanya gaya-gaya di arah memanjang
jembatan, akibat gaya rem dan traksi, harus ditinjau untuk kedua jurusan lalu
lintas. Pengaruh ini diperhitungkan senilai dengan gaya rem sebesar 5% dari
beban lajur D yang dianggap ada pada semua jalur lalu lintas. tanpa dikalikan
dengan faktor beban dinamis dan dalam satu jurusan. Gaya rem tersebut dianggap
bekerja horisontal dalam arah sumbu jembatan dengan titik tangkap setinggi 1,8m
di atas permukaan lantai kendaraan. Beban lajur D disini jangan direduksi bila
panjang bentang melebihi 30 m, q = 9 kPa.
G.Gaya
Rem
Gaya rem tidak boleh
digunakan tanpa memperhitungkan pengaruh beban lalu lintas vertikal. Dalam hal dimana
beban lalu lintas vertikal mengurangi pengaruh gaya rem
(seperti pada stabilitas guling dari
pangkal jembatan), maka Faktor Beban Ultimit terkurangi sebesar 40% boleh
digunakan untuk pengaruh beban lalu lintas vertikal.Pembebanan lalu lintas 70%
dan faktor pembesaran di atas 100 % BGT dan BTR tidak berlaku untuk gaya rem.